Pengoperasian Trafo Distribusi 1 Fasa

Jika kita membaca judul artikel ini, mungkin beberapa di antara kita ada yang bertanya-tanya: yang namanya trafo 1 fasa kan biasanya untuk rangkaian elektronika (seperti inverter, audio, ballast, dsb). Kalau trafo distribusi yang besar itu ya 3 fasa dong. Nah, inilah istimewanya system Jaringan PLN 3 fasa 4 kawat ala Jateng – DIY. Disini (Saya di Jogja) selain “ngopeni” trafo 3 fasa, kita juga ngopeni trafo 1 fasa.


Konon katanya saat system kelistrikan dirintis di Indonesia, Jawa Tengah termasuk daerah yang “ndeso”. Jadi alih-alih menggunakan system 3 fasa 3 kawat seperti wilayah lain, khusus untuk Jateng DIY menggunakan system 3 fasa 4 kawat. Dalam system ini ada fitur yang namanya tapping 1 fasa, yaitu Jaringan Tegangan Menengah (JTM) hanya menggunakan 2 konduktor saja (1 fasa + 1 netral). Karena konstruksinya yang sederhana dan jumlah konduktornya lebih sedikit, maka system ini dirasa memiliki Value for Money yang paling cocok untuk diterapkan di Jawa Tengah. Nah, karena JTM-nya hanya 1 fasa, maka Trafo distribusinya pun juga harus 1 fasa.


Sekarang kita lihat name plate salah satu trafo 1 fasa yang dipakai di Jateng - DIY



Tepat di pojok kanan bawah ada table yang berisi informasi mengenai tegangan output, terminal pengukuran, dan links (petunjuk merangkai belitan sekunder). FYI sesuai SPLN trafo 1 fasa memiliki 1 belitan primer dan 2 belitan sekunder yang memiliki 4 terminal, yaitu X1, X2, X3, dan X4. Trafo 1 fasa ini secara umum dapat dioperasikan dengan 2 cara, yaitu secara bank dan secara normal.



A.      Metode Pengoperasian Bank

Jika X1 + X2 dikopel  dan X3 + X4 dikopel, maka sejatinya kedua belitan sekunder tersebut dipararel. Artinya kedua ujung-ujungnya tidak memiliki perbedaan sudut fasa. Proses pengoperasian ini dinamakan pengoperasian bank. Diagram pengoperasian bisa digambarkan sebagai berikut:



Dalam hal ini, maka output trafo dapat digambarkan sebagai berikut:

Fasa 1 (Hijau) terhadap netral (biru)


Fasa 2 (orange) terhadap netral (biru)


 Karena F1 (hijau) dan F2 (orange) memiliki amplitudo yang sama, tidak memiliki perbedaan sudut fasa dan keduanya dipararel, maka output dari trafo adalah penjumlahan dari F1+F2 dan besaran netral setara dengan fasa.

Kelebihan dari operasi bank adalah:
  1. Kapasitas trafo bisa dikeluarkan secara maksimal, karena kedua belitan trafo dipararel dan dikeluarkan lewat 1 terminal dan terminal yang lain sebagai netral.
  2. Hanya membutuhkan 2 konduktor, sehingga lebih hemat kabel

Sedangkan kekurangan dari pengoperasian ini adalah:
  1. Losses membengkak, karena arus netral = arus fasa
  2. Karena F1+F2 keluar melalui satu konduktor, maka membutuhkan konduktor dengan KHA yang besar.



B.      Metode Pengoperasian Normal
Jika X2 + X3 dikopel, maka terminal yang dikopel tersebut harus menjadi netral, sedangkan kedua ujungnya yang lain (X1 dan X4) difungsikan sebagai fasa. Karena netral berada di tengah maka trafo tersebut beroperasi layaknya trafo split phase, yaitu kedua belitan memiliki perbedaan sudut fasa 180°. Metode pengoperasian ini di Jawa Tengah dan DIY dikenal dengan system pengoperasian normal. Diagram pengoperasiannya adalah sebagai berikut:





Dalam hal ini, maka output trafo dapat digambarkan sebagai berikut:


 Fasa 1 = Hijau;    Fasa 2 = Orange;      Netral = Biru


Dari grafik tersebut terlihat jelas bahwa fasa 1 dan fasa 2 memiliki perbedaan sudut = 180°, sehingga secara operasi vektor menyebabkan arus yang mengalir di netral = 0 (saling menghilangkan)


Kelebihan dari operasi normal adalah:
  1. Losses bisa ditekan (idealnya rugi-rugi karena arus netral = 0)
  2. Output terpecah, sehingga tidak perlu kabel dengan KHA besar


Sedangkan kekurangan dari pengoperasian ini adalah:
  1. Karena kedua belitan beroperasi secara split phase, maka masing-masing terminal fasa (F1 dan F2) hanya memiliki ½ kapasitas total trafo
  2. Membutuhkan 3 konduktor (2 untuk fasa dan 1 untuk netral)

Komentar

marry me archy mengatakan…
Semoga sehat selalu untuk Anda, tulisan anda ini sangat membantu tugas akhir saya dalam mencari literasi yang saya perlukan. Semangat terus mas
M. Yusuf Wibisono mengatakan…
Aamiiin.. terima kasih doanya. Senang tulisan saya bisa bermanfaat buat orang lain. Semoga tugas akhirnya lancar.
Egi Agustian mengatakan…
Halo mas yusuf, untuk trafo distribusi 1 fasa itu ada yg step up gak mas?
M. Yusuf Wibisono mengatakan…
Pengoperasian secara normal adalah step down, karena fungsinya adalah untuk mengubah tegangan menengah menjadi tegangan rendah. Tetapi trafo tetaplah trafo. Step up atau step down hanyalah masalah sudut pandangnya. Jika ada pembangkit di sisi tegangan rendah maka bisa saja trafo itu mengalirkan arus listrik dari sisi tegangan rendah ke tegangan menengah (step up). Contoh yang mulai marak saat ini adalah PLTMH dan PLTS.
Unknown mengatakan…
Mas ijin copy ya
Sena mengatakan…
ijin bertanya, kalau trafo distribusi 1 phase, apakah outputnya bisa menjadi 3 phase? apakah tegangannya normal 220/400?
M. Yusuf Wibisono mengatakan…
Trafo 1 fasa 1 unit tidak bisa mengeluarkan tegangan 3 fasa. Kecuali kalau jumlahnya ada 3 lalu dirangkai, bisa menjadi trafo 3 fasa. Tapi tidak semua trafo 1 fasa bisa dirangkai menjadi trafo 3 fasa. Lebih jelasnya silahkan disimak disini:

http://yusufelits.blogspot.com/2019/03/merangkai-3-trafo-1-fasa-menjadi-1.html?m=1

Mengenai tegangan output: sesuai yang ada di name plate: jika tegangan primer 1 fasa = 11.547 volt dan tap changer di posisi 3, maka tegangan keluarannya adalah 231 volt (diukur dari fasa terhadap netral) dan 462 volt atau 2x231 volt (diukur dari polaritas sekunder 1 ke polaritas sekunder 2).

Jika keluarannya lebih rendah dari itu ada 2 kemungkinan:
1. Tegangan input < 11.547 volt atau
2. Posisi tap changer di angka 2 atau malah di angka 1.
Ahmad Toha mengatakan…
Terimakasih banyak atas ilmunya mas, sangat membantu saya dalam menyusun laporan praktik, semoga sehat selalu

Postingan populer dari blog ini

Mengenal konstanta kWh meter.

Tegangan Turun = Arus Naik? Benarkah?

Merangkai 3 Trafo 1 Fasa Menjadi 1 Trafo 3 Fasa